SAHABATKALTIM, KUKAR : Kalau lewat di perempatan depan Masjid Jamiā Aji Amir, mata pasti tertuju pada sebuah penanda waktu tua bernama Jam Nirum. Monumen yang sudah ada sejak masa Sultan Aji Muhammad Sulaiman ini bukan sekedar jam, tapi dulu jadi titik kumpul warga, bahkan pengingat waktu salat sebelum masjid memakai pengeras suara.
Pamong Budaya Disdikbud Kukar, M. Saidar, menyebut Jam Nirum punya nilai sejarah tinggi. “Dulu orang sering bilang, kalau janjian ketemu di Jam Nirum. Jadi memang pusat pertemuan warga,” ujarnya.
Bangunan ini juga punya kisah unik, karena kemunculannya berkaitan dengan momen besar di Belanda, yakni pertunangan Ratu Juliana dengan Pangeran Bernhard. Dari situlah Jam Nirum lahir sebagai simbol modernitas kala itu.
Sayangnya, kondisinya kini jauh dari masa jayanya. Mesin jam sering rusak akibat rembesan air hujan, meski sudah beberapa kali diganti. Dinas terkait juga sempat melakukan pengecatan, tapi sifatnya hanya perawatan ringan.
“Karena statusnya cagar budaya, setiap perbaikan harus hati-hati dan melibatkan ahli supaya nilai aslinya tetap terjaga,” jelas Saidar.
Ia menambahkan, Jam Nirum bisa lebih dari sekadar monumen tua. Kalau dirawat dengan serius dan bukan hanya tambal sulam, peninggalan ini bisa jadi sarana edukasi sekaligus destinasi wisata sejarah di Tenggarong.
“Harapannya, anak muda Kukar melihat Jam Nirum bukan cuma jam tua, tapi bagian dari identitas budaya kita,” tutupnya. (adv/*nda)



















