SAHABATKALTIM, KUKAR : Desa Loh Sumber kembali menunjukkan kiprahnya dalam pengembangan sektor Usha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan inovasi olahan tempe yang kini telah menembus pasar Jakarta. Produk yang awalnya dikenal dengan Tempe kini berkembang menjadi camilan kripik tempe yang mulai mendapatkan tempat di pasar luar daerah.
Sejak dulu, Loh Sumber dikenal dengan produksi tempe. Tempenya yang menjadi salah satu ikon kuliner daerah. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muncul varian tempe yang mendapat respons positif dari masyarakat.
Keistimewaan tempe ini tidak hanya dari cita rasanya, tetapi juga dari proses produksinya yang melibatkan sekitar 80 persen warga Loh Sumber.
Melihat potensi tersebut, tim penghargaan berkolaborasi dengan kelompok masyarakat untuk menciptakan inovasi baru dari tempe, yaitu kripik tempe. Inovasi ini sudah berjalan hampir dua tahun dan kini mulai diperkenalkan ke pasar yang lebih luas.
“Produksi tempe di tempat kami memang saat ini, sedang melesat dan berkembang, ini menjadi salah satu tumpu ciri khas Desa Loh Sumber,” jelas Kepala Desa Loh Sumber, Sukirno pada media, belum lama ini.
Hasil dari inovasi ini akhirnya membuahkan hasil. Pada hari ini, sebanyak 1.000 bungkus Kripik tempe telah dikirim ke Jakarta, sebuah pencapaian yang menunjukkan tingginya permintaan pasar. Bahkan, dalam satu bulan terakhir, produksi telah mencapai lebih dari 2.000 bungkus, yang membuat para produsen kewalahan memenuhi pesanan.
Kerjasama dengan PT MHU menjadi salah satu faktor kunci dalam suksesnya pemasaran produk ini. Dengan adanya dukungan dari perusahaan, mendapatkan akses pasar yang lebih luas, termasuk dalam distribusi ke luar daerah.
Menariknya, produksi ini dijalankan oleh kelompok Tim Penggerak PKK yang melakukan pembinaan kepada kelompok Dasawisma di desa-desa. Model produksi berbasis kelompok ini memungkinkan lebih banyak warga, terutama perempuan, untuk berpartisipasi dalam ekonomi produktif.
Proses produksi mencakup berbagai tahapan, dari pembuatan tempe, penggorengan, hingga pengemasan. Para perempuan di desa kini bisa mendapatkan penghasilan tambahan, baik sebagai pengrajin maupun dalam proses pengemasan produk sebelum dikirim ke pasar.
“Dengan pengembangan ini, otomatis kita bisa membantu mengurangi angka pengangguran, terutama untuk generasi muda dan ibu-ibu rumah tangga. Minimal mereka punya penghasilan sebelum mendapatkan pekerjaan lain,” ucapnya.
Meski program ini sudah berjalan dengan baik, tantangan utama yang dihadapi adalah keberlanjutan pembinaan dan pendanaan. Saat ini, pengembangan inovasi masih banyak bergantung pada inisiatif desa dan kelompok masyarakat.
Harapannya, pemerintah daerah melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dapat memberikan dukungan lebih besar. Tidak hanya dari segi edukasi dan inovasi, tetapi juga dalam pendampingan yang berkelanjutan agar program ini bisa terus berkembang.
“Harapannya semoga program ini berlanjut, dan berkembang secara pesat,” pungkasnya. (adv/ely)